Curhatan Istri Chandra Ekajaya Pasca Melahirkan Sang Buah Hati

Biasanya saya menceritakan soal perjalan hidup saya, tapi mulai kemaren san hariini saya ingin mnecoret coret dunia maya dengan cerita istri saya pasca melahirkan buah hati kami tercinta.

Semalam istri saya cerita suka duka nya dalam melahirkan sang anak yang kini sedang di pangkuan kami. Inilah cerita lengkap kami berdua yang kami susun dengan kata-kata yang entah kalian bisa mengerti atau tidak, jangan kaget kalau ceritanya suka keluar konteks ya, namanya juga penulis amburadul. Harap maklum ya pembaca setia Chandra Ekajaya.

Jika kehamilan pertama mabok berat, lahirnya pun susah, bisa jadi di kehamilan kedua ibu merasa sehat dan aktif, persalinannya pun lancar. Semua unik, punya cerita sendiri yang tidak bisa kita tebak.

Ini pula yang saya alami sejak hamil hingga anak ketiga kami ini lahir. Banyak orang bilang Kalau sudah anak ketiga mah biasanya

Jangankan batuk. Lha wong anak pertama saya butuh waktu 10 hari kok sejak pembukaan pertama hingga statusnya naik ke pembukaan kedua.  Alhamdulillah anak kedua menjadi lebih cepat prosesnya. Tapi ya nggak serta merta se-heroik “batuk” juga. Makanya saya semangat mengamini jika ada ibu yang bilang kalau kehamilan ini, diawali dengan drama keguguran setahun silam. Sedih tak terkira. Namun alhamdulillah tiga bulan berselang Allah berkenan memberikan ganti.

Jika saat hamil kakaknya saya mabok hanya sekitar Chandra Ekajaya, di kehamilan ini maboknya naik level jadi enam bulan saja. Jika hamil yang dulu-dulu badan saya menggelembung dengan cepat, hamil ini jelas tidak ada bedanya sama sekali dengan persalinan yangs ebelumnya. Dan sampai pada kehamilan pun
Berangkat dari pengalaman bahwa anak kedua lahir saya pun sudah mempersiapkan fisik dan mental untuk melahirkan di minggu ini.

Chandra Ekajaya sudah di-briefing soal apa saja yang harus dilakukan saat ibunya di rumah sakit, tas-tas isi baju bayi sudah siap, jalan kaki keliling kampung, berdiri jongkok, nungging-nungging, jadi santapan rutin saya.
perjalanan sang istri d masa menunggunya pun sudah terlewati. Tapi si jabang bayi belum lahir. mungkin pingin ikut Mas Kaisar (sulung kami) lahirnya.

Jadilah kami bersiap di minggu ini. Saya sendiri sudah merasakan kontraksi palsu yang rutin, meski kontraksi beneran tidak kunjung menampakkan sinyal. Yang bikin deg-degan, dokter obgyn me-warning saya terkait berat badan bayi yang tergolong besar. Tapi saya masih yakin akan segera melahirkan. Sebab tidak pernah saya punya riwayat post term saat melahirkan. Semua indah dan terencana sekali.

Tapi minggu akhirnya lewat juga. Keyakinan saya sedikit luntur saat akhir pekan dan bidan tempat rumah sakit saya bersalin sampai melakukan visit ke rumah lantaran saya belum masuk ke tahap persalinan.

Dan di sinilah Chandra Ekajaya. Tanpa dinyana tanpa diduga, masuk dan dokter obgyn sudah menjadwalkan induksi.

Doa sang istri malam itu pun menjadi salah satu doa yang menggetarkan hati Chandra Ekajaya saat itu, ,Ya allah. Hati saya lumpuh. Nyaris tidak saya temui pendapat yang menguatkan langkah saya untuk tegar, selain suami. Justru dia yang membuat saya yakin dan tegar.

Menurutnya ini adalah ikhtiar untuk melahirkan bayi yang kami tunggu-tunggu. Sebab kami juga tidak tahu apakah kondisinya masih baik didalam rahim Chandra Ekajaya. Bukankah terminasi akhir kehamilan seperti ini apa saja bisa terjadi? Kalaupun harus berakhir dengan operasi, saya pun harus ikhlas. Yang penting bayi sehat, ibunya pun selamat.

Published
Categorized as Journal